YESUS DAN PEREMPUAN YANG BERZINAH

* Yohanes 8:2-11
8:2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.
8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.
8:5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"
8:6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.
8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.
8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
8:11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”


-----

Kejadian ini berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan Farisi mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi). Pokok pencobaan itu dasarnya adalah bagaimana Yesus memandang Taurat Musa.

Para pemimpin agama itu mencari kasus yang kira-kira mencolok mata, apakah Yesus akan mempersalahkan perempuan yang berzinah dan membiarkan ia dihukum rajam sesuai ketentuan Taurat. Tetapi apabila Yesus berbuat demikian, maka Yesus akan dipersalahkan oleh penguasa sipil (Romawi). Sebab penguasa sipil Romawi tidak akan membiarkan hukuman itu terjadi, karena hukuman semacam ini tidak terdapat pada hukum-hukum sipil Romawi. Jadi kasus semacam ini dirasa cukup oleh pemimpin agama itu, apakah Yesus akan mengelak keputusan penghukuman dan membiarkan dosa yang diperbuat perempuan itu.

Mereka menempatkan Yesus sebagai hakim atas kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh perempuan yang berzinah tersebut. Kendati hal itu mereka lakukan dengan maksud untuk mencobai Yesus (ayat 6a), namun alasan yang mereka ajukan begitu sangat serius, yakni perbedaan 2 hukum (hukum agama dan hukum sipil). Jika menuruti hukum Taurat Musa, perempuan yang demikian harus dihakimi - dihukum mati dengan cara dilempari dengan batu sampai mati (ayat 5, bdk. Imamat 20:10; Ulangan 22:22-24). Meski hal ini jelas merupakan tipe "penghakiman massa". Penghakiman dalam konteks demikian tidak hanya dilakukan sebagai reaksi spontan atas tindak kejahatan dan dosa perzinahan tetapi juga semakin menemukan motifnya yang suci yakni sebagai usaha pembelaan atas tegaknya hukum Taurat. Dengan kata lain, melempari si pendosa itu dengan batu sampai mati adalah suatu kebenaran seturut hukum. Tetapi pada masa itu hal semacam ini tidak sesuai hukum sipil Romawi. Tuhan Yesus mengerti persoalan itu, bahkan lebih dalam, yaitu bahwa persoalan moralitas itu dibawa oleh mereka yang hendak menghakimi perempuan itu adalah juga orang-orang yang berdosa. Mereka merasa diri orang benar dan hanya bisa melihat serta menilai kekurangan dan kesalahan orang lain, kemudian menghakimi.

Kita baca Ayat 6 : "Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah (, sehingga sepertinya Dia tidak sedang mendengarkan mereka – KJV)."

Apakah yang kira-kira ditulis oleh Yesus? Alkitab tidak menjelaskannya. Dalam beberapa tafsiran mengatakan apa yang dilakukan Yesus itu menunjukkan bahwa Yesus sedang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah. Siapakah yang menulis ke-sepuluh firman dengan jariNya diatas dua loh batu yang diberikan kepada Musa di atas gunung Sinai?. Alkitab berkata bahwa perintah-perintah ini ditulis oleh jari Allah :


* Keluaran 31:18 :
"Dan TUHAN [YHVH] memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah."


Hal itu menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah itu sendiri. Sementara Yesus menulis di atas tanah, ini seolah-olah menunjukkan, "lihat, Akulah Allah yang menuliskan hukum-hukum itu dengan jari tangan-Ku." Dan sebenarnya, ketika Dia sedang menulis, orang-orang Farisi yang membawa perempuan yang terbukti melakukan dosa-dosa itu. Dan inilah fungsi dari hukum Allah, hukum ini membuktikan adanya dosa. Hukum itu menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang sangat-sangat berdosa.

Setelah para pendakwa itu terus-menerus bertanya kepada Yesus, Dia menjawab pertanyaan mereka dengan penuh otoritas : "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ayat 7).

Kemudian Yesus membungkuk sekali lagi, dan menulis di tanah dan Alkitab tidak juga menjelaskan apa yang ditulisNya itu. Melanjutkan tafsiran seperti diatas tentang hal ini, Dia membungkuk lagi dan menulis dengan jari-Nya. Dan sekali lagi, kisah ini menggambarkan Dia yang menulis pada dua loh batu.


Dalam kasus ini kita mendapatkan pelajaran yang menarik dan sangat berharga, karena Yesus tidak melakukan satupun dari dua hukum itu (Taurat, maupun Hukum Sipil), tetapi Yesus mengalihkan tantangan kepada orang-orang yang ingin menjebaknya. Tuhan Yesus membawa persoalan itu ke dalam hati nurani mereka. Ia mengubah kaidah hukum menjadi kaidah moral. Terlebih lagi, pada ayat 9, Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus justru menghukum para pencoba-pencobaNya dengan hati-nurani mereka sendiri, kita kaji ayatnya (dalam bahasa asli Yunani dan terjemahan KJV lebih jelas dimengerti), sbb:


* Yohanes 8:9
LAI TB, Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
KJV, And they which heard it, being convicted by their own conscience, went out one by one, beginning at the eldest, even unto the last: and Jesus was left alone, and the woman standing in the midst.
TR, οι δε ακουσαντες και υπο της συνειδησεως ελεγχομενοι εξηρχοντο εις καθ εις αρξαμενοι απο των πρεσβυτερων εως των εσχατων και κατελειφθη μονος ο ιησους και η γυνη εν μεσω εστωσα
Translit interlinear, oi de {tetapi} akousantes {mendengar} kai {dan} hupo {oleh} tês suneidêseôs {hati nurani} elegkhomenoi {dihukum} exêrkhonto {pergi} heis kath heis {seorang demi seorang} arxamenoi {mulai} apo {dari} tôn {yang} presbuterôn {tertua} [heôs {hingga} tôn {yang} eskhatôn {terakhir}] kai {dan} kateleiphthê {tinggallah} monos {seorang diri} ho iêsous {Yesus} kai {dan} hê gunê {perempuan} en {di} mesô {tempatnya} housa {berdiri}


Tantangan Yesus yang penuh otoritas itu dan dengan mengembalikan masalah tersebut kedalam hati-nurani masing-masing pendakwa, membuat para pendakwa kehilangan keberanian untuk membantah apalagi mempersalahkan jawaban yang diberikan Tuhan Yesus itu. Kepergian para pendakwa seorang-demi-seorang mulai dari yang paling tua, mempertajam kisah ini. Bahwa, apa yang dilakukan Yesus cukup membuat para pendakwa itu tidak merasa senang, tetapi mereka juga tidak mampu menanggapi tantangan Yesus itu. Sehingga akhirnya tinggallah Yesus dengan perempuan itu.

Di lain pihak, tantangan Yesus itu juga telah menunjukkan dan memberikan arti keadilan bagi hidup perempuan itu. Bahkan, lebih jauh, Yesus juga menunjukkan kasih-Nya yang begitu besar degan pengampunan. (Ayat 11) Lalu kata Yesus "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Tindakan Yesus untuk tidak menghukum perempuan itu secara fisik bukan berarti Yesus permisive terhadap dosa. Kata-kataNya justru berkaitan dengan nasehat yang kuat, teladan dan kasih. Hal ini tepat, para pelanggar-pelanggar pun perlu mendapat kasih, tetapi Yesus dengan jelas tidak mengizinkan perbuatan dosa/perzinahan, dan menuntut kerelaan untuk mengubah hidup agar lebih baik, itu terlihat jelas dengan perintahNya kepada perempuan itu yaitu "jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."




PertanyaanNya bukankah Yesus melanggar hukum-Nya sendiri dengan tidak 'merajam' perempuan yang berzinah itu?


pertanyaan itu seolah benar, namun apakah benar demikian?
mari kita selidiki 'Hukum Perjanjian Lama' ini :

Ketentuan Taurat tentang hukuman mati:


* Ulangan 17:2
"Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjian-Nya,


* Ulangan 17:3
dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu;


* Ulangan 17:4
dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel,


* Ulangan 17:5
maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati.


* Ulangan 17:6
Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.



Kenyataan dalam kasus ini adalah:


1. Dalam kisah Yesus dan Perempuan berzinah tidak ada satupun diantara penuduh yang berani maju jadi saksi.

2. Yang hendak dirajam hanya perempuan itu saja, sementara laki-lakinya tidak tahu ada dimana.

3. Dalam tatanan ibadah Yahudi waktu itu, Yesus tidak menjabat sebagai Imam ataupun seorang Lewi sehingga Dia tidak dapat menjadi Hakim, singkatnya kasus ini dibawa oleh gerombolan Yahudi kepada seseorang tidak menjabat sebagai 'Sandherin (Hakim Agama)'.

4. Perajaman tidak hendak dilakukan di luar pintu gerbang.


Maka dalam tatanan Yahudi waktu itu, Yesus tidak dapat menjadi menjabat sebagai Hakim :

Reff :

* Ulangan 17:9
haruslah engkau pergi kepada imam-imam orang Lewi dan kepada hakim yang ada pada waktu itu, dan meminta putusan. Mereka akan memberitahukan kepadamu keputusan hakim.


dan lagi


* Ulangan 17:7
Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu."


Maka, kita bisa pahami bahwa yang harus merajam pertama ialah saksi mata dari perzinahan tersebut.


Kesimpulan:


1. Menurut Hukum Taurat : perempuan berzinah itu tidak boleh dihukum mati karena tidak terpenuhinya 'prosedur' yang ditentukan Taurat

2. Kalau Yesus menghukum/ merajam perempuan itu, berarti Dia-lah yang melanggar Hukum Taurat


Yesus tidak pernah permissive terhadap dosa.

Kisah ini justru sebagai bukti bahwa Yesus sangat taat kepada Hukum Taurat dan prosedur hukumnya.
Sekalipun Dia tahu perempuan itu memang bersalah, tapi Dia tidak mau melangkahi prosedur-prosedur hukuman mati yang ditetapkan Hukum Taurat.

Yesus Kristus adalah Allah yang memberikan Taurat kepada Israel, tidak mungkin pada saat yang sama Dia yang adalah Allah sendiri, melanggar Hukum buatan tangan-Nya sendiri.

Yesus tetap taat kepada Taurat secara tidak bercela, sampai Dia menumpahkan Darah-Nya di Salib untuk menggenapi Taurat.


Haleluyah!

Blessings in Christ,

Tidak ada komentar: