YESUS DAN PEREMPUAN YANG BERZINAH

* Yohanes 8:2-11
8:2 Pagi-pagi benar Ia berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepada-Nya. Ia duduk dan mengajar mereka.
8:3 Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepada-Nya seorang perempuan yang kedapatan berbuat zinah.
8:4 Mereka menempatkan perempuan itu di tengah-tengah lalu berkata kepada Yesus: "Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah.
8:5 Musa dalam hukum Taurat memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapat-Mu tentang hal itu?"
8:6 Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah.
8:7 Dan ketika mereka terus-menerus bertanya kepada-Nya, Ia pun bangkit berdiri lalu berkata kepada mereka: "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu."
8:8 Lalu Ia membungkuk pula dan menulis di tanah.
8:9 Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
8:10 Lalu Yesus bangkit berdiri dan berkata kepadanya: "Hai perempuan, di manakah mereka? Tidak adakah seorang yang menghukum engkau?"
8:11 Jawabnya: "Tidak ada, Tuhan." Lalu kata Yesus: “Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang.”


-----

Kejadian ini berlangsung ketika Yesus mengajar di Bait Allah. Ahli-ahli Taurat dan Farisi mencari Yesus ketika Ia dikerumuni orang banyak. Niat mereka adalah untuk mencobai/menjebak Yesus dan membuat Ia bersalah dihadapan pemimpin-pemimpin termasuk pemimpin dalam pemerintahan sipil (Romawi). Pokok pencobaan itu dasarnya adalah bagaimana Yesus memandang Taurat Musa.

Para pemimpin agama itu mencari kasus yang kira-kira mencolok mata, apakah Yesus akan mempersalahkan perempuan yang berzinah dan membiarkan ia dihukum rajam sesuai ketentuan Taurat. Tetapi apabila Yesus berbuat demikian, maka Yesus akan dipersalahkan oleh penguasa sipil (Romawi). Sebab penguasa sipil Romawi tidak akan membiarkan hukuman itu terjadi, karena hukuman semacam ini tidak terdapat pada hukum-hukum sipil Romawi. Jadi kasus semacam ini dirasa cukup oleh pemimpin agama itu, apakah Yesus akan mengelak keputusan penghukuman dan membiarkan dosa yang diperbuat perempuan itu.

Mereka menempatkan Yesus sebagai hakim atas kesalahan dan dosa yang dilakukan oleh perempuan yang berzinah tersebut. Kendati hal itu mereka lakukan dengan maksud untuk mencobai Yesus (ayat 6a), namun alasan yang mereka ajukan begitu sangat serius, yakni perbedaan 2 hukum (hukum agama dan hukum sipil). Jika menuruti hukum Taurat Musa, perempuan yang demikian harus dihakimi - dihukum mati dengan cara dilempari dengan batu sampai mati (ayat 5, bdk. Imamat 20:10; Ulangan 22:22-24). Meski hal ini jelas merupakan tipe "penghakiman massa". Penghakiman dalam konteks demikian tidak hanya dilakukan sebagai reaksi spontan atas tindak kejahatan dan dosa perzinahan tetapi juga semakin menemukan motifnya yang suci yakni sebagai usaha pembelaan atas tegaknya hukum Taurat. Dengan kata lain, melempari si pendosa itu dengan batu sampai mati adalah suatu kebenaran seturut hukum. Tetapi pada masa itu hal semacam ini tidak sesuai hukum sipil Romawi. Tuhan Yesus mengerti persoalan itu, bahkan lebih dalam, yaitu bahwa persoalan moralitas itu dibawa oleh mereka yang hendak menghakimi perempuan itu adalah juga orang-orang yang berdosa. Mereka merasa diri orang benar dan hanya bisa melihat serta menilai kekurangan dan kesalahan orang lain, kemudian menghakimi.

Kita baca Ayat 6 : "Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkan-Nya. Tetapi Yesus membungkuk lalu menulis dengan jari-Nya di tanah (, sehingga sepertinya Dia tidak sedang mendengarkan mereka – KJV)."

Apakah yang kira-kira ditulis oleh Yesus? Alkitab tidak menjelaskannya. Dalam beberapa tafsiran mengatakan apa yang dilakukan Yesus itu menunjukkan bahwa Yesus sedang menunjukkan bahwa Dia adalah Allah. Siapakah yang menulis ke-sepuluh firman dengan jariNya diatas dua loh batu yang diberikan kepada Musa di atas gunung Sinai?. Alkitab berkata bahwa perintah-perintah ini ditulis oleh jari Allah :


* Keluaran 31:18 :
"Dan TUHAN [YHVH] memberikan kepada Musa, setelah Ia selesai berbicara dengan dia di gunung Sinai, kedua loh hukum Allah, loh batu, yang ditulisi oleh jari Allah."


Hal itu menunjukkan bahwa Yesus adalah Allah itu sendiri. Sementara Yesus menulis di atas tanah, ini seolah-olah menunjukkan, "lihat, Akulah Allah yang menuliskan hukum-hukum itu dengan jari tangan-Ku." Dan sebenarnya, ketika Dia sedang menulis, orang-orang Farisi yang membawa perempuan yang terbukti melakukan dosa-dosa itu. Dan inilah fungsi dari hukum Allah, hukum ini membuktikan adanya dosa. Hukum itu menunjukkan bahwa kita adalah orang-orang yang sangat-sangat berdosa.

Setelah para pendakwa itu terus-menerus bertanya kepada Yesus, Dia menjawab pertanyaan mereka dengan penuh otoritas : "Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." (ayat 7).

Kemudian Yesus membungkuk sekali lagi, dan menulis di tanah dan Alkitab tidak juga menjelaskan apa yang ditulisNya itu. Melanjutkan tafsiran seperti diatas tentang hal ini, Dia membungkuk lagi dan menulis dengan jari-Nya. Dan sekali lagi, kisah ini menggambarkan Dia yang menulis pada dua loh batu.


Dalam kasus ini kita mendapatkan pelajaran yang menarik dan sangat berharga, karena Yesus tidak melakukan satupun dari dua hukum itu (Taurat, maupun Hukum Sipil), tetapi Yesus mengalihkan tantangan kepada orang-orang yang ingin menjebaknya. Tuhan Yesus membawa persoalan itu ke dalam hati nurani mereka. Ia mengubah kaidah hukum menjadi kaidah moral. Terlebih lagi, pada ayat 9, Alkitab mencatat bahwa Tuhan Yesus justru menghukum para pencoba-pencobaNya dengan hati-nurani mereka sendiri, kita kaji ayatnya (dalam bahasa asli Yunani dan terjemahan KJV lebih jelas dimengerti), sbb:


* Yohanes 8:9
LAI TB, Tetapi setelah mereka mendengar perkataan itu, pergilah mereka seorang demi seorang, mulai dari yang tertua. Akhirnya tinggallah Yesus seorang diri dengan perempuan itu yang tetap di tempatnya.
KJV, And they which heard it, being convicted by their own conscience, went out one by one, beginning at the eldest, even unto the last: and Jesus was left alone, and the woman standing in the midst.
TR, οι δε ακουσαντες και υπο της συνειδησεως ελεγχομενοι εξηρχοντο εις καθ εις αρξαμενοι απο των πρεσβυτερων εως των εσχατων και κατελειφθη μονος ο ιησους και η γυνη εν μεσω εστωσα
Translit interlinear, oi de {tetapi} akousantes {mendengar} kai {dan} hupo {oleh} tês suneidêseôs {hati nurani} elegkhomenoi {dihukum} exêrkhonto {pergi} heis kath heis {seorang demi seorang} arxamenoi {mulai} apo {dari} tôn {yang} presbuterôn {tertua} [heôs {hingga} tôn {yang} eskhatôn {terakhir}] kai {dan} kateleiphthê {tinggallah} monos {seorang diri} ho iêsous {Yesus} kai {dan} hê gunê {perempuan} en {di} mesô {tempatnya} housa {berdiri}


Tantangan Yesus yang penuh otoritas itu dan dengan mengembalikan masalah tersebut kedalam hati-nurani masing-masing pendakwa, membuat para pendakwa kehilangan keberanian untuk membantah apalagi mempersalahkan jawaban yang diberikan Tuhan Yesus itu. Kepergian para pendakwa seorang-demi-seorang mulai dari yang paling tua, mempertajam kisah ini. Bahwa, apa yang dilakukan Yesus cukup membuat para pendakwa itu tidak merasa senang, tetapi mereka juga tidak mampu menanggapi tantangan Yesus itu. Sehingga akhirnya tinggallah Yesus dengan perempuan itu.

Di lain pihak, tantangan Yesus itu juga telah menunjukkan dan memberikan arti keadilan bagi hidup perempuan itu. Bahkan, lebih jauh, Yesus juga menunjukkan kasih-Nya yang begitu besar degan pengampunan. (Ayat 11) Lalu kata Yesus "Aku pun tidak menghukum engkau. Pergilah, dan jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."

Tindakan Yesus untuk tidak menghukum perempuan itu secara fisik bukan berarti Yesus permisive terhadap dosa. Kata-kataNya justru berkaitan dengan nasehat yang kuat, teladan dan kasih. Hal ini tepat, para pelanggar-pelanggar pun perlu mendapat kasih, tetapi Yesus dengan jelas tidak mengizinkan perbuatan dosa/perzinahan, dan menuntut kerelaan untuk mengubah hidup agar lebih baik, itu terlihat jelas dengan perintahNya kepada perempuan itu yaitu "jangan berbuat dosa lagi mulai dari sekarang."




PertanyaanNya bukankah Yesus melanggar hukum-Nya sendiri dengan tidak 'merajam' perempuan yang berzinah itu?


pertanyaan itu seolah benar, namun apakah benar demikian?
mari kita selidiki 'Hukum Perjanjian Lama' ini :

Ketentuan Taurat tentang hukuman mati:


* Ulangan 17:2
"Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan melangkahi perjanjian-Nya,


* Ulangan 17:3
dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya, atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu;


* Ulangan 17:4
dan apabila hal itu diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik. Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara orang Israel,


* Ulangan 17:5
maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati.


* Ulangan 17:6
Atas keterangan dua atau tiga orang saksi haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati.



Kenyataan dalam kasus ini adalah:


1. Dalam kisah Yesus dan Perempuan berzinah tidak ada satupun diantara penuduh yang berani maju jadi saksi.

2. Yang hendak dirajam hanya perempuan itu saja, sementara laki-lakinya tidak tahu ada dimana.

3. Dalam tatanan ibadah Yahudi waktu itu, Yesus tidak menjabat sebagai Imam ataupun seorang Lewi sehingga Dia tidak dapat menjadi Hakim, singkatnya kasus ini dibawa oleh gerombolan Yahudi kepada seseorang tidak menjabat sebagai 'Sandherin (Hakim Agama)'.

4. Perajaman tidak hendak dilakukan di luar pintu gerbang.


Maka dalam tatanan Yahudi waktu itu, Yesus tidak dapat menjadi menjabat sebagai Hakim :

Reff :

* Ulangan 17:9
haruslah engkau pergi kepada imam-imam orang Lewi dan kepada hakim yang ada pada waktu itu, dan meminta putusan. Mereka akan memberitahukan kepadamu keputusan hakim.


dan lagi


* Ulangan 17:7
Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu."


Maka, kita bisa pahami bahwa yang harus merajam pertama ialah saksi mata dari perzinahan tersebut.


Kesimpulan:


1. Menurut Hukum Taurat : perempuan berzinah itu tidak boleh dihukum mati karena tidak terpenuhinya 'prosedur' yang ditentukan Taurat

2. Kalau Yesus menghukum/ merajam perempuan itu, berarti Dia-lah yang melanggar Hukum Taurat


Yesus tidak pernah permissive terhadap dosa.

Kisah ini justru sebagai bukti bahwa Yesus sangat taat kepada Hukum Taurat dan prosedur hukumnya.
Sekalipun Dia tahu perempuan itu memang bersalah, tapi Dia tidak mau melangkahi prosedur-prosedur hukuman mati yang ditetapkan Hukum Taurat.

Yesus Kristus adalah Allah yang memberikan Taurat kepada Israel, tidak mungkin pada saat yang sama Dia yang adalah Allah sendiri, melanggar Hukum buatan tangan-Nya sendiri.

Yesus tetap taat kepada Taurat secara tidak bercela, sampai Dia menumpahkan Darah-Nya di Salib untuk menggenapi Taurat.


Haleluyah!

Blessings in Christ,

Bunuh diri "jeritan minta tolong bagi Gereja"



Bunuh Diri Setelah Racuni Empat Anak

http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/07 ... 376612.htm


Melihat 2 hari terakhir berita koran dan TV, sungguh mengenaskan, seorang ibu muda (Junania 37) meracuni ke-empat anak-anaknya, memandikan mereka, menyisir rambutnya, kemudian disandingkan bersama-sama dengan rapi diatas tempat tidur. Kemudian baru sang ibu mengakhiri hidupnya dengan minum racun yang sama.

Sungguh sayang, karena Allah sangat menghargai satu nyawa sekalipun. Saya yakin Allah yang adil dan pengasih menempatkan anak-anak tak berdosa itu di Surga.Tapi, bagaimanakah dengan sang ibu? Malang sekali jika ada orang yang sama-sekali tak punya seseorang yang menjadi "a shoulder to cry on", seorang yang bisa di-curhati, seorang yang bisa bersimpati ketika dia sedang kesusahan. Namun ibu Mercy merasa sendirian dalam memikirkan tentang keinginan untuk mati, tak tahu kemana harus berteriak minta tolong. Menurut para ahli psikologi bunuh diri semacam ini adalah suatu tindakan "a cry for help"

Kejadian yang cukup menyayat hati, 4 orang anak kecil itu bagaikan sedang tidur saja, sang ibu ingin anak-anaknya ditemukan dalam keadaan bersih dan rapi. Bisa dibayangkan bahwa ibu itu menyaksikan anaknya sekarat, entah muntah, entah buang-air, entah badannya kejang-kejang karena keracunan. Ia merekamnya dengan sebuah ponsel kemudian ia membersihkannya dan menata mayat anak-anaknya dengan rapi. Waktu yang mungkin cukup panjang prosesnya. Kemudian ia memilih pakaian pesta terbaiknya dan mengakhiri hidupnya. Dan tentu saja mayat sang ibu ketika ditemukan tidak sebersih anak-anaknya. Suatu nyali yang mungkin kesannya "berani" dengan tekat bulat untuk mati, namun sebenarnya apa yang dia lakukan ini adalah "the last cry for help".

Bunuh diri biasanya dari kekecewaan yang besar karena apa yang diinginkan, dicintai atau diharap-harapkan tidak didapatkan, hal ini sering menimbulkan penyesalan karena kegagalan dan akibatnya timbul keinginan bunuh diri. Ibu Mercy adalah gambaran seorang yang mempunyai tekanan berat, persoalan rumah-tangga, ekonomi dan problem kesehatan anak ke-2nya yang mempunyai penyakit kelainan darah yang membutuhkan biaya tidak sedikit. Tak tahu kemana lagi harus meminta tolong, dan ia kemudian menjerit dengan jeritan yang tak terungkapkan dengan suara, ia bunuh diri.

Berita TV kembali merekam acara penghiburan di sebuah rumah persemayaman jenazah tempat mereka disemayamkan, disitu ada pendeta yang menyampaikan firman penghiburan dan sekelompok pemuji sedang menyanyikan lagu-lagu penghiburan, saya menghargai sigapnya Gereja datang pada suasana tersebut dan membantu penguburannya. Dan kemudian timbul andai-andai. "Tuhan, betapa indahnya kalau saja para pelayanMu itu datang kepada ibu Mercy sebelum ia nekat memustuskan untuk mengakhiri hidupnya". Ya, ini hanya andai-andai, namun memang pelayanan diakonia sungguh sangat penting.

Saatnya Gereja Tuhan tak hanya berfikir mengembangkan sayapnya dengan banyaknya cabang-cabang dan meraup domba-domba gemuk, ada banyak sekali orang yang malang perlu pertolongan yang bersifat rohaniah dan yang jasmaniah.
Gereja bukan soal ibadah yang indah dengan musik, khotbah yang menarik, dan gedung megah. Gereja adalah juga sebagai tempat perlindungan bagi orang-orang yang susah, karena gereja dan hamba-hambaNya yang adalah juga kepanjangan tangan Allah untuk menolong orang-orang yang malang.


Blessings,

Yesus bangkit atau dibangkitkan ?

Sebuah renungan :
Bila ada dari kalian bertanya ?: "Salah satu hal yg sangat penting saat kita memperingati Paskah, yaitu bahwa Yesus telah bangkit, yg berarti telah menang atas maut.
Namun di banyak ayat di Alkitab, menyatakan kalau Yesus bukan bangkit tapi dibangkitkan. Bahkan di Roma 6:4, Galatia 1:1, Efesus 1:17-20, dikatakan kalau Yesus Dibangkitkan oleh Bapa."

Pertama, kita harus ingat lagi bahwa Yesus dan Bapa adalah Satu

Yohanes 10:30
Aku dan Bapa adalah satu.


Kekuatan yang membangkitkan Yesus adalah berasal dari hakikat-Nya sendiri yang adalah Allah.

Yoh 2:19
Jawab Yesus kepada mereka: "Rombak Bait Allah ini, dan dalam tiga hari Aku akan mendirikannya kembali."

Yoh 10:17
Bapa mengasihi Aku, oleh karena Aku memberikan nyawa-Ku untuk menerimanya kembali.

Yoh 10:18
Tidak seorangpun mengambilnya dari pada-Ku, melainkan Aku memberikannya menurut kehendak-Ku sendiri. Aku berkuasa memberikannya dan berkuasa mengambilnya kembali. Inilah tugas yang Kuterima dari Bapa-Ku."


Jadi tampaknya tidak menjadi masalah pribadi mana yang mau ditekankan mengenai kebangkitan Yesus, karena intinya : Yesus bangkit karena kekuatan Allah, dan Yesus dan Bapa adalah Allah yang SATU.

apakah Surga itu hanya milik katolik

Suatu hari ada seorang Imam yang sedang tertidur, dan di dalam tidurnya ia bermimpi dibawa ke alam Neraka, dan ia bertemu dengan malaikat yang menjaga disana.
Kemudian ia bertanya kepada malaikat, " siapa-siapa saja penghuni Neraka itu? "
Kemudian ia menyambung pertanyaannya dengan bertanya :
"apakah ada orang-orang Kristen Protestan, Pantekosta, Bethel, Methodis, Baptis dan orang-orang yang beragama lainnya di dalam Neraka?"
Jawab malaikat itu, " ada banyak sekali mereka di dalamnya."

Kemudian Imam itu berfikir dalam hatinya, nah….. kalau begitu pasti orang-orang Kristen Katholik tidak ada disana! Kemudian ia bertanya kepada malaikat itu, apakah disana juga ada orang-orang Kristen Katholik di dalamnya? Jawab malaikat itu, orang-orang Kristen Katholik pun juga tidak kurang banyaknya di sana.
Maka terkejutlah ia, dan akhirnya ia sadar diri dari mimpinya.

Keesokan harinya Imam itu pun tertidur di dalam kelelahannya, ia pun bermimpi dibawa ke Surga.
Di depan pintu Surga ia bertemu dengan Santo Petrus, dan ia mulai bertanya kepadanya :

“Siapakah orang-orang yang ada di dalam rumah Bapa di Surga?”
Dan ia melanjutkan dengan bertanya: “Apakah di Surga ada orang-orang Kristen Protestan, Pantekosta, Bethel, Methodis, Baptis dan orang-orang yang beragama lain di dalamnya?”

Jawab Santo Petrus: “Semua orang-orang itu tidak ada bersama dengan Bapa di Surga!” Imam itu kemudian menyimpulkan, nah….. Kalau begitu pastilah orang-orang Kristen Katholik yang ada di rumah Bapa di Surga.
Kemudian ia memberanikan diri untuk bertanya kepada Santo Petrus: “Kalau begitu pastilah orang-orang Kristen Katholik saja yang ada bersama dengan Bapa di Surga?”

Maka jawab Santo Petrus kepada Imam itu: “Orang-orang Kristen Katholik pun tidak ada bersama dengan Bapa di Surga.”
Imam itu terkejut sambil bertanya kepada Santo Petrus:" Kalau begitu siapa yang ada bersama dengan Bapa di Surga?"
Dan Santo Petrus menjawab: "Yang ada di dalam Surga bersama Bapa adalah orang-orang Percaya yang diakui oleh Bapa sebagai anak-anak Allah".(Yoh 1:12)
Maka Imam itu sangat terkejut dan terbangun dari tidurnya.
Dan akhirnya ia menjadi sadar, bahwa bukan karena ber-agama atau dari denominasi mana, atau gereja mana maka mereka bersama dengan Bapa di Surga!

Dengan kesadaran itu, Imam itu menjadi tertegun dan merenungkannya siang dan malam. Ketika malam tiba ia pun pergi tidur, dan di dalam tidurnya ia terbawa oleh pikirannya dan ia bermimpi di bawa lagi ke Surga dan bertemu dengan Santo Petrus.
Dan pada saat itulah ia bertanya kepada Santo Petrus: “Kalau begitu Santo Petrus, apa yang menjadi syarat supaya orang boleh bersama Bapa di Surga?”
Jawab Santo Petrus: “Setiap orang yang mau bersama dengan Bapa di Surga harus mengumpulkan nilai poin 100, karena 100 adalah nilai sempurna yang diminta oleh Bapa.” (Mat 5:48, hendaklah kamu sempurna sama seperti Bapa-mu di Surga adalah sempurna.)

Kemudian Imam itu menjawab kepada Santo Petrus: “Tetapi, selama hidup saya banyak melakukan kebaikan-kebaikan.”
Kemudian Santo Petrus bertanya: “Apakah yang sudah anda perbuat, yang anda anggap sebagai baik itu selama ada didunia?”

Jawabnya: “Saya sudah menolong banyak orang yang mengalami kemiskinan.”
Jawab Santo Petrus : “Baik sekali perbuatanmu itu, tetapi anda baru mendapatkan 1 poin dari perbuatanmu itu.”

Kemudian Imam itu mengatakan kepada Santo Petrus: “Saya juga sudah menolong orang yang akan bunuh diri, dan berhasil menyelamatkan nyawanya.”
Jawab Santo Petrus: “ Itu juga baik dengan apa yang anda perbuat, tetapi anda juga hanya mendapatkan 1 poin untuk itu.”

Kemudian Imam itu melanjutkan perkataannya: “Tetapi Santo Petrus, saya di dalam hidup juga sudah banyak melakukan kebaikan-kebaikan yang lainnya, dan bahkan aku juga berbakti dan menyembah Bapa di Surga, sekaligus aku juga sudah menjadi hamba-Nya dan melakukan misa setiap hari.”
Jawab Santo Petrus: “Semua yang engkau lakukan itu pun baik, tetapi dari semuanya itu anda mendapatkan 3 poin.”

Kemudian Imam itu berkata kepada Santo Petrus: “Kalau begitu kapan saya dapat mengumpulkan 100 poin untuk dapat ada bersama dengan Bapa di Surga?”
Jawab Santo Petrus: “Tentunya semua orang yang hidup di dunia tidak akan dapat mengumpulkan 100 poin yang diminta oleh Bapa di Surga sepanjang hidupnya.”

Kemudiam Imam itu bertanya kepada Santo Petrus: “Kalau begitu bagaimana orang-orang itu bisa ada bersama Bapa di Surga?”
Jawab Santo Petrus: “Tentunya untuk mencapai 100 poin yang di tuntut oleh Bapa hanya mungkin kita peroleh melalui Kasih dan Anugerah-Nya saja.

Itulah sebabnya tidak akan ada seorang pun yang dapat sampai kepada Bapa di Surga kalau bukan karena kasih dan anugerah-Nya. Bukan karena kita melakukan ini dan itu yang baik maka kita bisa sampai kepada Bapa”

Sakramen

Dimana letaknya iman Katolik seperti tujuh sakramen dalam Kitab Suci?
Silahkan klik link ayat-ayat yang terdapat pada bagiannya masing-masing untuk membacanya.

Baptis/ Permandian





Sakramen Baptis/ Permandian


“ Dan kemudian para katekumen (calon baptis) dibawa kepada kami dimana ada air, dan kemudian mereka lahir kembali dengan cara yang sama seperti kami sendiri telah dilahirkan kembali.” Martir Justin (sebelum 165 M)

"Then the catechumens are brought by us to where there is water, and they are reborn into the same manner in which we ourselves were reborn." -- Justin Martyr (before 165 AD)


Telah Diramalkan Dalam Kitab Perjanjian Lama
Yeh36:25 ; 1Pet3:20-21

Yohanes Pembabtis mempersiapkan ‘jalan’
Mrk1:4 ; 8 ; Kis1:5 ; Kis11:16 ; Kis19:4

Dilanjutkan oleh Para Rasul
Yoh4:2

Di Dalam Nama Kristus
Kis2:38 ; Kis8:16 ; Kis10:48 ; Kis19:5 ; Why14:1 ; Why22:4

Di Dalam Nama Trinitas
Mat28:19

Untuk Semua Manusia
Mat28:19 ; Mrk16:15-16 ; Luk24:47 ; Kis2:38

Dibaptis ke Dalam Kristus
1Kor12:13 ; Gal3:27

Dibaptis Dalam Kematian-Nya
Rom6:3

Dibaptis Untuk Memperoleh Hidup Yang Baru
Rom6:4 ; Tit3:5

Dibaptis Dengan Air dan Roh Kudus
Yoh3:5 ; Ef5:26 ; Tit3:5

Hanya Ada Satu Baptisan
Ef4:5

Mengapa Pembaptisan Sangat Perlu
Mrk16:16 ; Yoh3:5

Untuk Penebusan / Pengampunan Kita
1Yoh5:6

Yang Menyucikan
1Kor6:11 ; Ef5:26

Yang Membenarkan
1Kor6:11

Kepastian Akan Kebangkitan Kita
Rom6:3-5 ; 1Kor15:29

Pemberian Cuma-Cuma Dari Tuhan
Tit3:5

Menghapuskan Dosa
1Pet3:21 ; Kis2:38 ; Kis22:16



Pengakuan Dosa/ Tobat




Sakramen Pengakuan Dosa/Tobat



Berdamai / Bersatu Kembali Dengan Allah (Rekonsiliasi) / Pengakuan Dosa

Tuhan Mengampuni Dosa
Mrk2:7 ; Luk5:21

Kristus Mempunyai Kuasa Untuk Mengampuni Dosa
Mat9:6 ; Mrk2:10 ; Luk5:24 ; Kol3:13

Tentang Pengakuan Dosa yang diajarkan oleh Kristus
Yoh20:22-23

Pengampunan harus melalui Kristus
2Kor2:10

Adalah Untuk Berdamai Kembali Dengan Kristus
2Kor5:18

Perdamaian / Penyatuan Ini Berasal Dari Kristus
Rom5:11 ; Kol1:20 ; Ibr1:3

Kekuasaan Untuk Mengampuni Telah Diberikan Oleh Kristus
Yoh20:23 ; 2Kor5:18

Tingkatan Dosa (Yang Membawa Maut atau Yang Dapat Dimaafkan ?)
1Yoh5:16

Penalti / Silih, Mendamaikan dan Mempersatukan Kembali Pendosa kepada Persatuan Orang Orang Percaya
2Kor2:5-8

"Jikalau Kamu Mengampuni Dosa Orang, Dosanya Diampuni."
Yoh20:22-23

Mengikat di Dunia dan di Surga.
Mat18:18

Wadah Bagi Perdamaian / Penyatuan Kembali Dengan Tuhan
2Kor5:18

Pengampunan Dosa, Menyembuhkan Penyakit, Pengakuan Dosa.
Yak5:14-16


Ekaristi/ Perjamuan Kudus





Sakramen Ekaristi


“Orang yang paling menentang upacara Kristen pun mengakui bahwa jika Gereja Katholik tidak mempelopori perjamuan roti dan anggur, maka orang lain pasti akan melakukannya.” G. K. Chesterton

"The most ferocious opponent of the Christian ceremonials must admit that if Catholicism had not instituted the bread and wine, somebody else would most probably have done so." G. K. Chesterto


Dinamakan Perjamuan Makan Malam Tuhan
1Kor11:20 acuan ini kurang pas ?

Disebut Agape (Pesta Cinta Kasih)
Yudas 12

Disebut Dengan Peristiwa Pemecahan Roti
Kis2:42

Dijanjikan Oleh Kristus
Yoh6:27-59

Dimulai / Diajarkan Oleh Kristus
Mat26:26-29 ; Mrk14:22 ; Luk22:15-20 ; 1Kor11:23-25

Kristus Benar Benar Hadir
Mat26:26 ; Mrk14:22 ; Luk22:19 ; Yoh6:35 ; Yoh6:41 ; Yoh6:51-58 ; 1Kor11:27-29

Peringatan akan Kalvari
Mat26:28 ; Luk22:19-20 ; 1Kor10:16 ; 1Kor11:25-26

Mempersatukan Kita Dalam Kristus
Kis2:42 ; Rom12:5 ; 1Kor10:17

Diperbolehkan Menerima Salah Satu Wujud Suci, Hanya Roti atau Anggur Saja
Luk24:30 ; Yoh6:51 ; Yoh6:57-58 ; Kis20:7 ; 1Kor10:17 ; 1Kor11:27

Sumber kehidupan Kekal Dalam Tuhan
Yoh6:27 ; Yoh6:33 ; Yoh6:50-51 ; Yoh6:58 ; 1Kor11:30

Yesus Adalah Roti Kehidupan
Yoh6:35-51

Inilah Tubuh-Ku Inilah Darah-Ku
Mat26:26-27 ; Mrk14:22-24 ; Luk22:19-20 ; 1Kor10:24-25

Akibat Yang Serius Dari Dosa Terhadap Tubuh dan Darah
1Kor11:26-30

Dialog Panjang tentang Ekaristi, Yesus Benar-Benar Hadir, Dimana Yesus Secara Jelas Mengatakan “Tubuh Dan Darah-Ku”
Yoh6:32-58


Krisma/ Penguatan





Sakramen Krisma/ Penguatan


Pengurapan. Simbol dari pengurapan dengan minyak yang juga adalah pertanda Roh Kudus, sehingga menjadi satu dalam Roh Kudus. Dalam inisiasi sebagai seorang Kristen, pengurapan adalah tanda sakramen dari pernyataan Setuju (Konfirmasi), disebut “peng-Khrisma-an” di Gereja Gereja di Timur. Makna dan Kekuatan Sesungguhnya hanya bisa didapat bila dipersatukan dengan pengurapan yang dilakukan oleh Roh Kudus, oleh Yesus. Krisus (dalam bahasa Yahudi “Mesias”) berarti Dia “Yang Diurapi” oleh Roh Kudus. – Katekismus Gereja Katholik

Anointing. The symbolism of anointing with oil also signifies the Holy Spirit, to the point of becoming a synonym for the Holy Spirit. In Christian initiation, anointing is the sacramental sign of Confirmation, called "chrismation" in the Churches of the East. Its full force can be grasped only in relation to the primary anointing accomplished by the Holy Spirit, that of Jesus. Christ (in Hebrew "messiah") means the one "anointed" by God's Spirit. -- The Catechism of the Catholic Church

Roh Kudus Tinggal Dalam Diri Kita
Yoh14:17 ; Kis2:4 ; Kis10:44

Dijanjikan Oleh Kristus
Yoh14:16 ; Yoh14:26 ; Yoh15:26

Dianugerahkan Dengan Menumpangkan Tangan
Kis8:17 ; Kis19:6

Berbeda Dari Baptisan
Kis8:15

Diterima Sebelum Dibaptis
Kis10:44

Diterima Setelah Dibaptis
Kis2:38 ; Kis8:14-17 ; Kis19:5-6


Perkawinan





Sakramen Perkawinan


Dipersatukan Oleh Tuhan Allah
Kej1:28 ; Kej2:18 ; Tob8:5-7 ; Mat19:6

Hubungan Dalam Pernikahan menyerupai Kristus dan Gereja-Nya

Ef5:21-23

Dua Menjadi Satu Daging
Kej2:23-24 ; Mat19:3-6 ; Ef5:31

Hendaknya saling menghormati satu sama lainnya
1Kor7:4 ; Ef5:21-25 ; Ef21:33 ; Kol3:18-19

Persatuan Itu Kudus
1Kor7:13-14 ; Ef5:25-26

Supaya Mendapatkan Anak
Kej1:28

Perpisahan hanya Baik Untuk Jangka Waktu Pendek
1Kor7:1-5

Anak Anak Adalah Berkat Dari Tuhan
Kej24:60 ; Kej30:1-3 ; Mzm127:3 ; 1Sam1:6 ; Luk1:25

Perceraian Itu Dilarang
Mat5:32 ; Mat19:9 ; Mak10:2-12 ; Luk16:18 ; 1Kor7:10

(Hanya) Kematian (Yang Bisa) Memutuskan Pernikahan
Rom7:2 ; 1Kor7:39

Panggilan Selibat, Beberapa Orang Dipanggil Untuk Hidup Selibat (Paulus dan Banyak Pewarta Yang Lain Tidak Menikah, Yesus Tidak Menikah)
Mat19:12 ; 1Kor7:25


Pembatalan atau Perceraian?

Pembatalan atau Perceraian? Kita harus mengerti perbedaannya

Salah satu kesalah-pahaman yang paling umum tentang Ajaran Katholik adalah perbedaan antara Pembatalan dan Perceraian. Kadang-kadang orang menyamakan Pembatalan dengan Perceraian Katholik – Tidak ada lagi yang bisa lebih keliru. Bagi Orang Katholik tidak Ada Perceraian (lihat Mat5:32 ; Mat19:9 ; Mrk10:2-12 ; Luk16:18 ; 1Kor7:10). Pembatalan adalah Sebuah Pernyataan dari Gereja bahwa sebuah Sakramen Pernikahan tidak pernah terjadi / berlangsung.

One of the most common misunderstandings about Catholic teaching is the difference between an annulment and a divorce. Often people say an annulment is just a Catholic divorce -- nothing could be further from the truth. To Catholics there is no divorce (ref Mat5:32 ; Mrk10:2-12). An annulment is a statement by the Church that a sacramental marriage has never taken place.

Ambillah contoh seseorang yang dipaksa untuk menikah. Gereja akan mengatakan bahwa itu bukanlah pernikahan Kristen yang Sah. Hukum Sipil juga mengatakan hal yang sama. Pernikahan dibawah todongan senjata bukanlah pernikahan Kristen yang Sah.

Take for example someone who is forced into a marriage. The Church would say that is not a Christian marriage. Civil law is exactly the same. A shotgun wedding is not a Christian marriage.

Bagi orang Kristen ada beberapa alasan lagi untuk mendapatkan pembatalan. Gereja selalu mengajarkan bahwa pernikahan harus bersifat terbuka untuk mendapatkan anak. Jika satu pasangan menikah tapi tidak mempunyai niatan untuk memiliki anak, maka Gereja bisa memutuskan bahwa pernikahan ini tidak sacramental dan tidak bermakna. (Hati-hati untuk tidak mengartikan bahwa engkau harus mempunyai anak untuk dapat dikatakan memiliki pernikahan yang sah – engkau hanya diharuskan untuk bersikap terbuka untuk mendapatkan anak.

For Christians there are other reasons for granting an annulment. The Church has always taught that a marriage should be open to children. If a couple gets married but has no plans for children, then the Church might rule that marriage is not sacramental and is in fact null. (Be careful not to read this to mean you must have children to have a valid marriage -- you must only be open to children.)

Pembatalan adalah sebuah pernyataan dari Gereja bahwa sebuah Sakramen Pernikahan tidak pernah terjadi. Perceraian adalah sebuah pernyataan dari lembaga sipil bahwa sebuah pernikahan telah berakhir.

An annulment is a statement by the Church that a sacramental marriage did not occur. A divorce is a statement by a civil authority that a marriage is dissolved




Pengurapan Orang Sakit/ Peminyakan



Sakramen Pengurapan Orang Sakit


Kalau ada seorang di antara kamu yang sakit, baiklah ia memanggil para penatua jemaat, supaya mereka mendoakan dia serta mengolesnya dengan minyak dalam nama Tuhan, Dan doa yang lahir dari iman akan menyelamatkan orang sakit itu dan Tuhan akan membangunkan dia; dan jika ia telah berbuat dosa, maka dosanya itu akan diampuni. – Yak5:14-15

Is anyone among you sick? He should summon the presbyters of the church, and they should pray over him and anoint (him) with oil in the name of the Lord, and the prayer of faith will save the sick person, and the Lord will raise him up. If he has committed any sins, he will be forgiven. - James 5:14

Minyak Yang Digunakan Untuk Mengurapi Orang Sakit
Mrk6:13 ; Yak5:14

Diterima Dengan Iman Dalam Doa
Yak5:15

Dalam Nama Tuhan
Yak5:14

Juga Mengampuni Dosa
Jas 5:15

Mengembalikan Kesehatan
Mrk6:13 ; Yak5:15

Tahbisan




Sakramen Tahbisan


Tugas Dan Fungsi Imam Dalam Kitab Perjanjian Lama
Ul33:7-11

Keimamatan Melkisedek diatas Keimamatan Aaron
Ibr7:1-17 ; Ibr8:1-13

Melkisedek Menulis Tentang Kristus
Mzm110:4 ; Ibr5:6 ; Ibr5:10 ; Ibr6:20

Keimamatan Kristus Yang Sempurna
Ibr3:1-4 ; Ibr7:27 ; Ibr8:4-6 ; Ibr9:12-14 ; Ibr9:25 ; Ibr10:5

Pemanggilan Keduabelas Rasul
Mat10:1 ; Mat16:16-19 ; Luk6:13 ; Luk22:32 ; Yoh21:15-17

Berkat Untuk Para Rasul
Yoh20:22

Pengutusan Para Rasul (Karya Kerasulan)
Mat28:19 ; Mrk16:15 ; Luk24:47 ; Yoh20:21

Penumpangan Tangan Sebagai Tanda Untuk Meneruskan Keimamatan
1Tim4:14 ; 1Tim5:22 ; 2Tim1:6 ; Tit1:5

Tugas dari Seorang Imam
Mal1:11 ; Mat28:19 ; Yoh20:23 ; 1Kor11:24 ; Yak5:14

Tingkatan Autoritas
1Kor12:28 ; Ef4:11 ; 1Tes5:12 ; Yak3:1

Keimamatan Orang Percaya
Ef2:19-20 ; 1Pet2:5 ; 1Pet2:9

Berdoalah Untuk Karya Ke-imamat-an
Mat9:37-38 ; Luk10:2

Keimamatan dalam Era Perjanjian Baru
Rom15:16

Muslims Turned Christian Pay the Price

Muslims Turned Christian Pay the Price

By Erick Stakelbeck
Washington Terror Analyst

CBN.comWASHINGTON - Last month, CBN News brought you the story of Abdul Rahman, the Afghan man who was thrown in prison for converting from Islam to Christianity. He has since been released and has left Afghanistan.

But countless other ex-Muslims continue to face persecution--even here in the West.

The images have become all too familiar--Muslims marching in anger and threatening those they say have insulted Islam. The most recent trigger was cartoons of Mohammed, which sparked riots across the Muslim world. But perhaps nothing is more offensive to Muslims than apostasy, when a fellow believer abandons the faith.

“The consensus among Muslim scholars for a long time -- for 14 centuries -- was that those who leave the faith should be killed,” said terrorism expert Daveed Gartenstein-Ross.

Gartenstein-Ross has studied Islamic law extensively. He says those who convert out of Islam--especially Christians--lead a lonely and dangerous existence.

He said, “And even today, the view that apostates from Islam should not be killed -- that people should be free to convert to another religion -- is very much a minority view.”

Within the Islamic world there are at least 14 states that make it illegal to convert out of Islam. In at least eight of those states, it is punishable by death.

That list includes U.S. allies such as Saudi Arabia and Pakistan -- where, by and large, there is no separation between mosque and state--and no rest for former Muslims.

Exhibit A: Abdul Rahman -- after his arrest for converting to Christianity, one senior Afghan cleric said he should be torn to pieces for his conversion. In light of that rage, what does the Koran say about it?

Several verses in the Koran severely condemn apostasy but fall short of calling for the death penalty.

But in the Hadith, Islam's other holy book, Mohammed said those who leave Islam should be killed. Mohammed's direct successors--the Caliphs--also said apostates should receive death.

Gartenstein-Ross said many Muslims take these verses literally and take it upon themselves to punish former Muslims-- even in the west.

CBN News spoke to one Christian convert we will call “Khaleed.” Khaleed works for the popular Web site, answering-islam.org. His story is one of rejection and abuse by Muslims in his own community in Western Europe.

“A lot of people don't even want to talk with me or even sit with me at the same table. I was like the reject of the community,” Khaleed said.

It was not long before Khaleed was forced to defend himself against physical violence.

He said, “They'd get very angry and very abusive verbally--call me "traitor" and things like that. And I'd even sometimes get into fistfights with some angry Muslims who hated the fact that I left Islam.”

And when he began doing Christian missionary work in these European Muslim communities, things only got worse.

“'We will kill you.' That's the verbal abuse--OK?” Khaleed said. “’…One day you'll die. And you will die suddenly.’ It was death threats all the time. And I got more and more -- actually physical attacks several times -- from them.”

Khaleed left Europe and now lives in the U.S., but he is careful not to advertise his Christian faith.
So what is being done to protect converts like Khaleed? According to one former Muslim, who also wanted his face hidden, not nearly enough.

Author and renowned scholar Ibn Warraq said, “I would find it difficult to give you precise statistics, but many people have been killed by the family to save the family honor if they discover the family member has converted to Christianity, especially...and you don't hear about it. The police just turn a blind eye to it.”

Warraq is the author of Leaving Islam: Apostates Speak Out. Warraq considers himself a secularist and lives in an undisclosed location because he fears for his family's safety. He says the left, in particular, has largely ignored the plight of apostates.

"There was an article by a Muslim in the Columbia Law Review that argued strongly enough that even Muslims in the West who leave Islam should be punished in the most severe form possible," Warraq said.

“No one thought to criticize this,” Warraq said. “It was accepted by the Columbia Law Review.”

Gartenstein-Ross points to what he calls a stark contrast in the West: “Those who convert out of Christianity and to Islam are often interviewed favorably in glossy magazines, talk about their conversion very openly, and are lauded for it. It's seen as something of a brave step.”

But he says that those who leave Islam usually do so quietly, even in the Christian world, because it's dangerous -- “In large part, because even in the Christian world, those who leave Islam for Christianity are not safe,” he said.

Fred Farrokh wants to change that. Farrokh is executive director of the Jesus for Muslims Network. Raised Muslim, he is now a Christian. His book is called Jailbreak: A Christian's Guide to Praying for the Muslim World.

Farrokh is opening a refuge center for Christian converts in New York City.

“Muslim background believers who are suffering persecution can come live and receive discipleship, training, equipping...and then, they themselves will be among the greatest missionaries, if you will, to Muslim people,” Farrokh said.

Warraq says that the West needs more people like Farrokh--who are willing to stand up and protect the rights of apostates here. But he says that even after the Abdul Rahman fiasco, the West remains crippled by political correctness--and largely indifferent to the plight of apostates.

“All we would have to do in the West is to simply stick to our own principles,” Warraq said, “and we would bring about change in the Islamic world. But we don't seem to be able to do that. We seem to be incapable of defending our own values.”

O HOW I LOVE JESUS

There is a Name I love to hear,
I love to sing its worth;
It sounds like music in my ear,
The sweetest Name on earth


Refrain


O how I love Jesus,
O how I love Jesus,
O how I love Jesus,
Because He first loved me!


It tells me of a Savior’s love,
Who died to set me free;
It tells me of His precious blood,
The sinner’s perfect plea.


Refrain


It tells me of a Father’s smile
Beaming upon His child;
It cheers me through this little while,
Through desert, waste, and wild.


Refrain


It tells me what my Father hath
In store for every day,
And though I tread a darksome path,
Yields sunshine all the way.


Refrain


It tells of One whose loving heart
Can feel my deepest woe;
Who in each sorrow bears
A part that none can bear below


Refrain


It bids my trembling heart rejoice.
It dries each rising tear.
It tells me, in a “still small voice,”
To trust and never fear.


Refrain


Jesus, the Name I love so well,
The Name I love to hear:
No saint on earth its worth can tell,
No heart conceive how dear.


Refrain


This Name shall shed its fragrance still
Along this thorny road,
Shall sweetly smooth the rugged hill
That leads me up to God


Refrain


And there with all the blood-bought throng,
From sin and sorrow free,
I’ll sing the new eternal song
Of Jesus’ love for me.


Refrain

Origin of the Name of Jesus Christ


JESUS
The word Jesus is the Latin form of the Greek Iesous, which in turn is the transliteration of the Hebrew Jeshua, or Joshua, or again Jehoshua, meaning "Jehovah is salvation."
Though the name in one form or another occurs frequently in the Old Testament, it was not borne by a person of prominence between the time of Josue, the son of Nun and Josue, the high priest in the days of Zorobabel.
It was also the name of the author of Ecclesiaticus, of one of Christ's ancestors mentioned in the genealogy, found in the Third Gospel (Luke 3:29), and one of the St. Paul's companions (Colossians 4:11).
During the Hellenizing period, Jason, a purely Greek analogon of Jesus, appears to have been adopted by many (1 Maccabees 8:17; 12:16; 14:22; 2 Maccabees 1:7; 2:24; 4:7-26; 5:5-10; Acts 17:5-9; Romans 16:21).


The Greek name is connected with verb iasthai, to heal; it is therefore, not surprising that some of the Greek Fathers allied the word Jesus with same root (Eusebius, "Dem. Ev.", IV; cf. Acts 9:34; 10:38). Though about the time of Christ the name Jesus appears to have been fairly common (Josephus, "Ant.", XV, ix, 2; XVII, xiii, 1; XX, ix, 1; "Bel. Jud.", III, ix, 7; IV, iii, 9; VI, v, 5; "Vit.", 22) it was imposed on our Lord by God's express order (Luke 1:31; Matthew 1:21), to foreshow that the Child was destined to "save his people from their sins." Philo ("De Mutt. Nom.", 21) is therefore,
right when he explains Iesous as meaning soteria kyrion; Eusebius,(Dem., Ev., IV, ad fin.; P.G., XXII, 333) gives the meaning Theou soterion;
while St. Cyril of Jerusalem interprets the word as equivalent to soter (Cat., x, 13; P.G., XXXIII, 677).
This last writer, however, appears to agree with Clement of Alexandria in considering the word Iesous as of Greek origin (Paedag., III, xii; P.G., VIII, 677);
St. Chrysostom emphasizes again the Hebrew derivation of the word and its meaning soter (Hom., ii, 2), thus agreeing with the exegesis of the angel speaking to St. Joseph (Matthew 1:21).


CHRIST
The word Christ, Christos, the Greek equivalent of the Hebrew Messias, means "anointed." According to the Old Law, priests (Exodus 29:29; Leviticus 4:3), kings (1 Samuel 10:1; 24:7), and prophets (Isaiah 61:1) were supposed to be anointed for their respective offices; now, the Christ, or the Messias, combined this threefold dignity in His Person.
It is not surprising, therefore, that for centuries the Jews had referred to their expected Deliverer as "the Anointed"; perhaps this designation alludes to Isaias 61:1, and Daniel 9:24-26, or even to Psalms 2:2; 19:7; 44:8.
Thus the term Christ or Messias was a title rather than a proper name: "Non proprium nomen est, sed nuncupatio potestatis et regni", says Lactantius (Inst. Div., IV, vii). The Evangelists recognize the same truth; excepting Matthew 1:1, 1:18; Mark 1:1; John 1:17; 17:3; 9:22; Mark 9:40; Luke 2:11; 22:2, the word Christ is always preceded by the article.

Only after the Resurrection did the title gradually pass into a proper name, and the expression Jesus Christ or Christ Jesus became only one designation. But at this stage the Greeks and Romans understood little or nothing about the import of the word anointed; to them it did not convey any sacred conception. Hence they substituted Chrestus, or "excellent", for Christus or "anointed", and Chrestians instead of "Christians." There may be an allusion to this practice in 1 Peter 2:3; hoti chrestos ho kyrios, which is rendered "that the Lord is sweet." Justin Martyr (Apol., I, 4), Clement of Alexandria (Strom., II, iv, 18), Tertullian (Adv. Gentes, II), and Lactantius (Int. Div., IV, vii, 5), as well as St. Jerome (In Gal., V, 22), are acquainted with the pagan substitution of Chrestes for Christus, and are careful to explain the new term in a favourable sense. The pagans made little or no effort to learn anything accurate about Christ and the Christians; Suetonius, for instance, ascribes the expulsion of the Jews from Rome under Claudius to the constant instigation of sedition by Chrestus, whom he conceives as acting in Rome the part of a leader of insurgents.


The use of the definite article before the word Christ and its gradual development into a proper name show the Christians identified the bearer with the promised Messias of the Jews He combined in His person the offices of propht (John 6:14; Matthew 13:57; Luke 13:33; 24:19) of king (Luke 23:2; Acts 17:7; 1 Corinthians 15:24; Apocalypse 15:3 ), and of priest (Hebrews 2:17; etc.); he fulfilled all the Messianic predictions in a fuller and a higher sense than had been given them by the teachers of the Synagogue.

DOKTRIN TRINITAS

Saya pernah bertanya kepada seorang PASTUR "Tidak ada kata Trinitas/Tritunggal dalam Alkitab, apa yang dimaksud dengan Trinitas (Tritunggal) ? itu"


Memahami ketritunggalan sama halnya dengan memahami hakekat Allah itu sendiri. Mustahil kita percaya kepada Allah tanpa memahami hakekat-Nya yang meskipun tidak terbatas tetapi berkenan memberikan penyataan tentang diri-Nya di dalam Alkitab sesuai dengan kemampuan akal kita yang terbatas.


Meskipun kata ‘TRINITAS’ tidak ada dalam Alkitab, tetapi para bapa Gereja mula-mula merumuskannya dengan dasar Alkitabiah :

Contoh ayat yang menjadi dasar Paham Trinitas :

Matius 28:19

LAI TB, Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa murid-Ku dan baptislah mereka dalam 'nama' ('ONOMA') Bapa dan Anak dan Roh Kudus,

KJV, Go ye therefore, and teach all nations, baptizing them in the name of the Father, and of the Son, and of the Holy Ghost:

Bapa dan Anak dan Roh Kudus, oleh kalangan non kristiani dipandang seolah-olah 3 person atau bahkan politeisme (3 allah).

Tetapi di dalam Alkitab bahasa asli ditulis dengan ‘ONOMA’ bentuk tunggal, bukan dengan ‘ONOMATA’ bentuk jamak.

Textus Receptus (TR) : πορευθεντες ουν μαθητευσατε παντα τα εθνη βαπτιζοντες αυτους εις το ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου πνευματος


Translit, poreuthentes oun mathêteusate panta ta ethnê baptizontes autous eis to onoma tou patros kai tou huiou kai tou hagiou pneumatos

Perubahan bentuk kata "ονομα - ONOMA" :

Bapa, Anak, dan Roh Kudus, masing-masing bukanlah "nama".

Salah satu contoh ayat :

Kejadian 1:1

LAI TB, Pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi.

KJV, In the beginning God created the heaven and the earth.


Sebagai seorang Kristiani yang mengimani Yesus kristus adalah Tuhan dan Allah, kita tahu bahwa paham Trinitas sama sekali tidak berarti adanya tiga allah sebagaimana yang dibayangkan secara salah oleh beberapa kalangan, termasuk beberapa kelompok "Kristen" sendiri. Arti dari paham ini ialah bahwa Allah itu satu adanya.


Yesus berkata kepada murid-muridNya,

"Karena itu pergilah, jadikanlah semua bangsa muridKu dan baptislah mereka dalam nama Bapa dan Anak dan Roh Kudus" (Matius 28:19).

Monoteisme jelas sekali dalam kata-kataNya, "baptislah mereka dalam nama"--> 'ONOMA' (single).


Yesus tidak berkata baptislah mereka dalam nama-nama 'ONOMATA' (plural) Bapa, Anak dan Roh Kudus. Namun Keesaan dipaparkan dengan jelas dalam kata-kataNya, "ονομα του πατρος και του υιου και του αγιου πνευματος - ONOMA TOU PATROS KAI TOU HUIOU KAI TOU HAGIOU PNEUMATOS" (lihat penjelasan diatas) . Bapa Gereja Tertulianus, ia adalah yang mula pertama mencetuskan ide, gagasan dan dengan tepat mendasarkan doktrin Trinitas dari ayat Matius 28:19 dan dia menjabarkannya dalam suatu doktrin yang berbunyi : 'una substantia tres personae', "satu substansi/hakekat tiga pribadi".


Allah yang Esa bukan berarti Allah seperti seonggok batu. Saya meyakini keesaan Allah yang multi-kompleks. Kata Allah dalam bahasa Ibrani 'ELOHIM menggunakan bentuk jamak tetapi dengan kata kerja tunggal, hal ini saja sudah menyiratkan keesaan Allah yang serba kompleks.



ALLAH TRITUNGGAL MAHA KUDUS

Istilah ini sering dimengerti secara salah oleh orang di luar Kristen. Kata ini memang tidak terdapat dalam Alkitab dan bahwa pertama kali digunakan oleh Theophilus dari Antiokhia di Gereja Timur dalam bahasa Yunani triados dan Tertulianus dari Gereja Barat dengan istilah bahasa Latin trinitas. Ini dilakukan dalam usaha untuk menjelaskan tentang fakta yang terdapat dalam Alkitab mengenai Allah yang Esa yang disebut Bapa, yang memiliki Firman yang disebut Anak dan Roh yang disebut Roh Kudus yang bersifat kekal. Dan juga untuk menerangkan hubungan Firman Allah dan Roh Allah itu dengan Allah Yang Esa itu sendiri.


Jadi yang dimaksud dengan Tritunggal bukanlah mengenai ajaran bahwa ada tiga ilah yang terpisah-pisah yang disebut Allah Bapa, Allah Anak dan Allah Roh Kudus. Bukan pula terdiri dari Isa, Maryam, dan Allah, sebagai tiga tuhan bersatu. Malah bukan pula sebagai Isa dan Jibril -- sebagaimana yang dimengerti oleh sebagian penulis Muslim yang menyamakan Roh Kudus itu dengan apa yang terdapat dalam teologia Islam, yaitu nama lain dari malaikat Jibril adalah ruhulqudus -- yang dipersekutukan dengan Allah.

Bukan pula ini tiga nama yang berbeda dari satu Allah yang bernama Tuhan Yesus Kristus; Bapa = Tuhan, Anak = Yesus, Roh Kudus = Kristus.


Namun yang disebut Tritunggal adalah suatu istilah dan penjelasan teologis mengenai keberadaan yang ada di dalam diri Allah yang Esa itu. Haruslah ditegaskan bahwa iman Kristen adalah suatu iman yang menegaskan tauhid (keesaan Allah) sebagaimana yang nyata dalam ayat-ayat berikut ini:


Ulangan 6:4

LAI-TB, Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!

KJV, Hear, O Israel: The LORD our God is one LORD:


Yesaya 44:6

LAI-TB, Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: "Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku."

KJV, Thus saith the LORD the King of Israel, and his redeemer the LORD of hosts; I am the first, and I am the last; and beside me there is no God.


Markus 12:29

LAI TB, Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.

KJV, And Jesus answered him, The first of all the commandments is, Hear, O Israel; The Lord our God is one Lord:

Karena Allah itu Esa, yaitu Bapa tadi, maka haruslah memang Firman-Nya (Anak) itu berasal dari dan berdiam di dalam Allah yang Esa, yaitu Bapa ini. Demikian pula Roh-Nya pun harus keluar dari dan berdiam dalam Bapa yang Esa ini. Dengan demikian Keesaan Allah terjaga. Karena memang Allah itu Satu, Esa, tiada tandingan atau sekutu bagi-Nya. Jadi Tritunggal Maha Kudus adalah Allah yang Esa (Sang Bapa) yang memiliki dalam Dzat-Hakekat-Nya yang Esa Firman yang kekal (Anak) dan Roh yang kekal (Roh Kudus) yang melekat satu di dalam diri-Nya yang Esa itu. Jadi istilah Tritunggal itu bukan mengenai jumlah Allah, namun mengenai keberadaan di dalam diri Allah yang Esa tiada berbilang, dan satu tiada bandingan itu.

Iman Kristen tidak percaya adanya allah yang lebih dari satu karena Allah itu Esa menurut Alkitab. Jadi Tritunggal bukanlah tiga ilah seperti yang dikatakan dalam ayat Al~Qur'an berikut ini:


Al~Qur'an surat ke-4 An-Nisaa' ayat 171
YAA {wahai} AHLAL {ahli} KITAABI {kitab} LAA {jangan} TAGHLUU {kamu melampaui batas} FII {dalam} DIINIKUM {agamamu} WA {dan} LAA {jangan} TAQUULUU {kamu mengatakan} 'ALALLAAHI {terhadap Allah} ILLAL {kecuali} HAQQA {benar} INNAMAL MASIIHU {sesungguhnya 'Al Masih} 'IISABNU {'Isa putra} MARYAMA {Maryam} RASUULULLAAHI {rasul Allah} WA {dan} KALIMATUHUU {kalimat-Nya} ALQAAHAA {Dia sampaikan} ILAA {kepada} MARYAMA {Maryam} WA {dan} RUUHUM {Roh} MINHU {dari-Nya} FA {maka} AAMINUU {berimanlah kamu} BILLAAHI {kepada Allah} WA {dan} RUSULIHII {rasul-rasul-Nya} WA {dan} LAA {jangan} TAQUULUU {kamu mengatakan} TSALAATSATUN {TIGA} INTAHUU {hentikanlah} KHAIRAL {lebih baik} LAKUM {bagi kamu} INNAMALLAAHU {sesungguhnya Allah} ILLAAHUW {bagi-Nya} WAAHIDUN {wahid, satu} SUBHAANAHUU {Maha Suci Dia} AY YAKUUNA {bahwa memiliki} LAHUU {bagi-Nya} WALADUL {anak} LAHUU {bagi-Nya} MAA {apa} FIS {di} SAMAAWAATI {langit} WA {dan} MAA {apa} FIL {di} ARDHI {bumi} WA {dan} KAFAA {cukuplah} BILLAAHI {dengan Allah} WAKIILAA {pelindung}"

Al~Qur'an terjemahan Departemen Agama RI,
"Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, 'Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: '(Tuhan itu) tiga', berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara."

Tritunggal adalah Allah Yang Esa itu sendiri yang dalam Dzat-Hakekat-Nya memiliki Kalimat dan Ruh yang kekal tanpa awal maupun akhir. Dan bukan pula Allah itu "salah seorang dari yang tiga" atau "yang ketiga daripada yang tiga" seperti yang dikatakan dalam ayat Al~Qur'an di bawah ini, karena Allah itu hanya satu-satunya dan yang pertama dalam diri-Nya yang Esa yang memiliki Kalimat dan Roh kekal itu.


Al~Qur'an surat ke-5 Al~Maa'idah ayat 73
"Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: 'Bahwasanya Allah salah seorang dari yang tiga", padahal sekali-kali tidak ada Tuhan selain dari Tuhan Yang Esa. Jika mereka tidak berhenti dari apa yang mereka katakan itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan ditimpa siksaan yang pedih.'"

Tritunggal itu bukan terdiri dari unsur-unsur makhluk, namun Dzat-Hakekat asali dari Allah sendiri yang memiliki Kalimat dan Roh yang kekal itu. Maria (Maryam) tidak pernah disebut sebagai istri-Nya Allah, sebagai tandingan dari Allah Bapa. Maria (Maryam) adalah "hamba Allah", sama seperti "Isa" pun adalah "hamba Allah" dalam penjelmaan-Nya sebagai manusia.


Untuk itu perlu ditegaskan bahwa pemahaman Iman Kristen tentang Tritunggal itu memang berbeda dengan pemahaman agama Hindu tentang "Trimurti". Dalam agama Hindu, Sang Hyang Brahma, Sang Hyang Wisnu, dan Sang Hyang Siwa adalah manifestasi-manifestasi utama dari Sang Hyang Widdhi Wasa (Brahman, Tuhan Yang Maha Esa) dalam fungsinya sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pemralina. Dan menurut pemahaman agama Hindu, masing-masing dewa manifestasi Sang Hyang Widhi Wasa ini dapat disembah secara terpisah. Sedangkan dalam Iman Kristen, Bapa, Anak, Roh Kudus itu tidak dapat disembah secara terpisah. Sebab di mana Bapa (Allah Yang Esa) itu ada, di situlah dalam hakekat-Nya terdapat Firman (Anak) dan sekaligus Roh-Nya. Juga di mana Firman (Anak) itu ada, maka di situ Bapa ada, karena Anak tidak mungkin berada di luar kebersemayaman-Nya di dalam Bapa, yang juga ada bersama Roh Allah itu. Dan di mana Roh Kudus ada, di situ pula Bapa ada, karena tidak mungkin Roh Allah itu lepas dari kebersemayaman-Nya di dalam Bapa, bersama Firman Allah.


Di samping perbedaan ini dalam agama Hindu manifestasi Sang Hyang Widdhi Wasa itu bukan hanya yang tiga ini saja, karena ada manifestasi-manifestasi lainnya, yaitu para dewa-dewi yang diakui keberadaannya, yang semua dewa-dewi itu dianggap sebagai sinar suci dari Sang Hyang Widdhi Wasa: Tuhan Yang Maha Esa tadi. Juga menurut agama Hindu, dewa-dewi manifestasi-manifestasi dari Sang Hyang Widdhi Wasa inipun dapat disembah secara terpisah-pisah dengan pratima-pratima (patung-patung simbolisme dewa) masing-masing, sehingga "kelihatannya" bagi orang luar yang bukan pemeluk agama Hindu, terutama mereka yang berasal dari akar agama rumpun semitik, memang nampak seperti "polytheisme". Namun bagi umat Hindu tidak ada polytheisme dalam semuanya tadi. Karena itu semua pada dasarnya hanyalah manifestasi dari Tuhan Yang Maha Esa saja, hanya simbol-simbol dan nama-nama-Nya saja yang berbeda-beda sesuai dengan masing-masing bentuk manifestasi-Nya.


Jadi menyamakan Tritunggal Maha Kudus dengan Trimurti yang memang keduanya itu tidak ada kemiripannya, di samping tidak adil bagi kedua agama itu, juga melecehkan keyakinan kedua agama yang secara pemahaman memang tidak sama ini.

Tritunggal dalam kristiani adalah tiga hupostasis (Allah, Firman-Nya, dan Roh-Nya) yang nyata, dan bukan hanya sekedar fungsi atau manifestasi, di dalam diri Allah Yang Esa, yang sejak kekal memang sudah ada demikian. Dan hupostasis itu tidak dapat disembah secara terpisah-pisah, karena Allah hanya satu, dan hupostasis itu adalah keberadaan asali dari Dzat-Hakekat Allah yang satu itu.

Sedangkan dalam agama Hindu, Trimurti (Brahma, Wisnu, Siwa) adalah manifestasi dan fungsi dari Tuhan Yang Maha Esa, tanpa harus mengesampingnya adanya manifestasi-manifestasi yang lain (misalnya: Ganesha, Saraswati, Durga, Surya, dan lain-lain).
Sedangkan dalam Tritunggal, di luar Allah yang dalam diri-Nya ada Firman-Nya dan Roh-Nya itu tidak ada personifikasi-personifikasi atau manifestasi-manifestasi ilahi yang lain.

Jadi Tritunggal adalah Tritunggal, dan Trimurti adalah Trimurti, dengan penghayatan-penghayatan serta makna-makna teologis yang berbeda-beda itu, jangan dikacaubalaukan

TUHAN ITU ESA ATAU JAMAK


Arti TUHAN yang Esa dalam Alkitab

Yesus Kristus menyatakan TUHAN itu Esa :

Markus 12:29
LAI TB, Jawab Yesus: "Hukum yang terutama ialah: Dengarlah, hai orang Israel, Tuhan Allah kita, Tuhan itu esa.
KJV, And Jesus answered him, The first of all the commandments is, Hear, O Israel; The Lord our God is one Lord;

Yesus Kristus merujuk pada Firman yang terulis di :

Ulangan 6:4
LAI-TB, Dengarlah, hai orang Israel: TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa!
KJV, Hear, O Israel: The LORD our God is one LORD:

Kata-kata ini diucapkan oleh Musa kepada bangsa Israel, ketika Musa akan meninggalkan Israel. Ucapan ini sebenarnya mewujudkan suatu pengakuan iman yang ditekankan kepada Israel pada waktu itu, agar supaya Israel jangan melupakannya. Pengakuan iman ini bukanlah rumusan Musa sebagai hasil pemikiran akalnya, yang diperolehnya dengan memandang kepada gejala-gejala alam semesta, atau disimpulkan dari hukum akal, melainkan didasarkan atas pengalaman-pengalaman Musa dan pengalaman-pengalaman umat Israel sendiri, sejak Tuhan Allah memperkenalkan diri Nya kepada Israel dengan melepaskan Israel dari tanah perhambaan di Mesir. Di sepanjang sejarah dari Mesir hingga di dataran Moab itu, yang kira-kira 40 tahun lamanya, Tuhan Allah telah memperkenalkan diri-Nya kepada Israel dan telah membuktikan kepada mereka dengan firman dan karya-Nya siapa Tuhan Allah itu.

Pertama-tama di sini diakui, bahwa Allah Israel adalah TUHAN atau Y-H-V-H, bahwa dengan nama ini Tuhan Allah memperkenalkan diri-Nya sebagai sekutu Israel. Sebagai sekutu Israel Tuhan Allah adalah Allah yang setia, yang memenuhi segala janji-Nya. Dengan mengingatkan kepada nama itu Musa bermaksud menekankan, bahwa TUHAN adalah setia, yang benar-benar telah memegang teguh kepada apa yang telah difirmankan dan diperbuat. Bahwa TUHAN adalah Allah yang setia, bukanlah suatu teori bagi Musa dan bagi bangsa Israel di dalam firman dan karya Tuhan Allah di sepanjang sejarah Israel hingga kini dan akan diteruskan di dalam kelanjutan sejarah itu. Nama TUHAN atau Y-H-V-H adalah sama dengan nama yang disebutkan di Yesaya 44:6 dan Wahyu 1:8, yaitu bahwa Tuhan Allah adalah yang terdahulu dan yang terkemudian.

Yesaya 44:6
LAI TB, Beginilah firman TUHAN, Raja dan Penebus Israel, TUHAN semesta alam: 'Akulah yang terdahulu dan Akulah yang terkemudian; tidak ada Allah selain dari pada-Ku.
KJV, Thus saith the LORD the King of Israel, and his redeemer the LORD of hosts; I am the first, and I am the last; and beside me there is no God.

Wahyu 1:8
LAI TB, Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.
KJV, I am Alpha and Omega, the beginning and the ending, saith the Lord, which is, and which was, and which is to come, the Almighty.

TUHAN atau Y-H-V-H selanjutnya disebut "esa". Ungkapan yang diterjemahkan dengan "TUHAN itu Allah kita, TUHAN itu esa" dalam bahasa aslinya berbunyi, "YHVH 'elohêynu YHVH 'ekhâd", yang dapat diterjemahkan seperti yang terjadi di dalam terjemahan baru, tetapi juga dapat diterjemahkan dengan "TUHAN adalah Allah kita, TUHAN 'saja'",
artinya, bahwa tiada Allah lain, yang menjadi Allah, kecuali Y-H-V-H.

Bagaimanapun kata 'ekhâd diterjemahkan (dengan "esa" atau "saja") di dalam hubungan pernyataan ini teranglah bahwa kata 'ekhâd itu menunjukkan kepada YHVH yang khas terhadap allah-allah yang lain, dan bertentangan dengan allah-allah yang lain, yang dimiliki oleh bangsa-bangsa di sekitar Israel. Pertama-tama ungkapan itu menunjukkan, bahwa bagi Israel, berdasarkan firman dan karya Allah, tidak ada Allah yang lain, kecuali YHVH. Hal yang demikian juga dinyatakan oleh Musa.

Ulangan 4:39
LAI TB, Sebab itu ketahuilah pada hari ini dan camkanlah, bahwa TUHANlah Allah yang di langit di atas dan di bumi di bawah, tidak ada yang lain.
KJV, Know therefore this day, and consider it in thine heart, that the LORD he is God in heaven above, and upon the earth beneath: there is none else.

Ulangan 32:39
LAI TB, Lihatlah sekarang, bahwa Aku, Akulah Dia. Tidak ada Allah kecuali Aku. Akulah yang mematikan dan yang menghidupkan, Aku telah meremukkan, tetapi Akulah yang menyembuhkan, dan seorang pun tidak ada yang dapat melepaskan dari tangan-Ku.
KJV, See now that I, even I, am he, and there is no god with me: I kill, and I make alive; I wound, and I heal: neither is there any that can deliver out of my hand.
Secara 'polemis' (artinya: secara perang pandangan) adanya allah-allah yang lain seolah-olah diakui. Akan tetapi secara 'polemis' juga ditunjukkan, bahwa Tuhan Allah adalah lain dibanding dengan allah-allah tadi.

Umpamanya dewa Baal. Sekalipun oleh para penyembahnya diakui, bahwa ada satu Baal, namun dewa ini disembah menurut tempat dan keadaannya: ada Baal-Berit, Baal-Gad, Baal-Hazor, Baal-Peor, dan sebagainya. Akan tetapi YHVH adalah satu, di mana saja; tiada YHVH-Sinai, YHVH-Silo, YHVH Yerusalem, YHVH adalah YHVH, di mana saja Ia disembah.
Selanjutnya, dengan bermacam-macam cara, kemuliaan Tuhan Allah yang jauh melebihi para allah yang lain itu ditunjukkan

Yeremia 16:20
LAI TB, Dapatkah manusia membuat allah bagi dirinya sendiri? Yang demikian bukan allah! KJV, Shall a man make gods unto himself, and they are no gods?

Mazmur 115:4
LAI TB, Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia,
KJV, Their idols are silver and gold, the work of men's hands.

Yesaya 41:29
LAI TB, Sesungguhnya, sekaliannya mereka seperti tidak ada, perbuatan-perbuatan mereka hampa, patung-patung tuangan mereka angin dan kesia-siaan.
KJV, Behold, they are all vanity; their works are nothing: their molten images are wind and confusion.

Berdasarkan hal itu semua maka kepada Israel dinyatakan atau diproklamasikan, bahwa hanya TUHAN-lah yang benar-benar Allah, hanya Dia saja.

Dari uraian di atas teranglah kiranya, bahwa kata 'ekhâd atau "esa" di dalam pengakuan iman Israel sekali-kali bukan dimaksud guna menekankan kepada satunya angka secara matematis. Sebab hal yang demikian memang tidak pernah dihadapi oleh Israel.
Israel tidak pernah dihadapkan dengan persoalan: ada Allah satu atau lebih dari satu. Dewa-dewa atau berhala-berhala atau allah-allah yang lain tidak pernah dipandang sebagai Allah, hanya secara 'polemis' saja mereka diakui. Bagi Israel persoalannya bukan ada yang ilahi secara umum, lalu YHVH juga disebut yang ilahi.

Bagi Israel tidak ada ketuhanan dalam arti yang umum, lalu YHVH adalah termasuk ketuhanan itu. Bagi Israel YHVH adalah satu-satunya yang ilahi, atau lebih tepat YHVH adalah satu-satunya Tuhan. Di luar TUHAN atau YHVH tidak ada yang dapat disebut Tuhan. Sebab bagi Israel hanya YHVH-lah yang telah memperkenalkan diri sebagai Allah.

Apakah Allah lebih dari satu?
merujuk Kejadian 1:26 yang menuliskan kata 'Kita' dalam penciptaan manusia.
Kejadian 1:26
LAI TB, Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi."
KJV, And God said, Let us make man in our image, after our likeness: and let them have dominion over the fish of the sea, and over the fowl of the air, and over the cattle, and over all the earth, and over every creeping thing that creepeth upon the earth.
Ada aneka ragam pendapat dan penafsiran. Pendapat dan penafsiran ini belum tentu benar, dan belum tentu pula dapat dipersalahkan.

[1] Yudaisme Rabbinik
Allah sedang berbicara kepada para malaikat yang ada di sekeliling-Nya. Parafrasa Targum Yonatan menulis, "Dan Allah berkata kepada malaikat malaikat yang melayani yang sudah diciptakan-Nya pada hari kedua dari penciptaan alam semesta, 'Mari KITA jadikan manusia'". Saat Musa menulis kitab Taurat dan tiba pada ayat ini "Baiklah KITA menjadikan manusia..." yang dalam bentuk jamak serta menyiratkan adanya kejamakan dalam pribadi Allah, Musa berkata, "Wahai Raja Semesta Alam! Mengapa Engkau memberikan ayat yang menyiratkan adanya kejamakan Allah?" Allah menyahut, "Tulislah! Siapa saja yang ingin sesat, biarlah ia sesat. Sesungguhnya, hendaklah mereka mempelajari dari Pencipta-Nya yang menciptakan segala sesuatu, bahwa tatkala Dia akan menjadikan manusia, Dia pun mengadakan musyawarah dengan para malaikat-Nya."

[2] Yudaisme Messianik
Allah sedang berbicara kepada pribadi-Nya sendiri karena pribadi Allah itu kompleks, di sana ada firman-Nya, Roh-Nya, kehendak-Nya, dan lain-lain.

[3] Kristen yang Trinitarian
Bapa sedang berbicara kepada Anak, dan kepada Roh Kudus.

[4] Kristen yang non-Trinitarian.
Allah sedang berbicara kepada malaikat yang ada di sekitar-Nya.

Saya sendiri berpendapat seperti angka [1] dan [4] di atas, yaitu bahwa Allah sedang berbicara kepada pasukan malaikat yang ada di sekitar-Nya. Jika seandainya ada kejamakan dalam pribadi Allah, niscaya kata-kata yang digunakan oleh Allah dan ditujukan kepada manusia, tentu menggunakan kata dalam bentuk jamak pula. Ternyata tidak.
Wajar saja jika Allah berkonsultasi dengan malaikat, bukan dengan maksud meminta pendapat malaikat, tetapi sebagai suatu teladan agar umat manusia pun harus senantiasa berkonsultasi, dan tidak mengambil keputusan tergesa-gesa.

Namun, jangan lupa, doktrin Tritunggal tidak pernah menyatakan bahwa Allah itu "jamak".

Kata Ibrani : " אלהים - 'ELOHIM" (Allah) ditulis dalam bentuk jamak dari 'el dan 'eloah, tidak berarti bahwa Allah itu jamak, melainkan karena karakteristik bahasa Ibrani bahwa sesuatu yang luas, yang besar, yang bergengsi, senantiasa diungkapkan dalam bentuk jamak, sedangkan konstruksi bahasa seperti kata kerja senantiasa digunakan dalam bentuk tunggal.

ALLAH itu SANGAT MAHA DALAM KEPRIBADIANNYA dan SANGAT PRIBADI DALAM KEMAHAANNYA.
Hakekat Allah itu diluar pemikiran manusia, kita hanya bisa menjabarkannya sebatas kapasitas tempurung otak kita. Allah itu ber-otoritas, Ketika Allah memutuskan Ia menjelma ke bumi sebagai manusia, bukan berarti ada bagian dari diriNya yang berkurang atau bahkan hilang. Allah yang Esa bukan berarti Allah seperti seonggok batu. Saya meyakini keesaan Allah yang multi-kompleks.

Kata Allah dalam bahasa Ibrani 'ELOHIM menggunakan bentuk jamak tetapi dengan kata kerja tunggal, hal ini saja sudah menyiratkan keesaan Allah yang serba kompleks.

AJARAN TENTANG TUHAN ALLAH

Plato sekitar empat abad sebelum masehi memprotes ajaran agama yang berlaku di Yunani. Cerita-cerita tentang para dewata yang memiliki sifat-sifat seperti manusia, misalnya bahwa mereka saling tipu-menipu, saling bunuh-membunuh, berebutan wanita, dan sebagainya dipandangnya sebagai merusak moral para pemuda.
Oleh karena itu dengan mengadakan sensor terhadap para penyair, harus diusahakan adanya kesatuan di dalam kelakuan para dewata, yaitu bahwa para dewata harus hanya melakukan hal-hal yang benar dan adil saja. Mereka harus menjadi sumber segala yang baik, yang harus dilakukan oleh manusia. Pokoknya, para dewata jangan dijadikan sumber kejahatan.


Plato sendiri tidak menuntut adanya satu ilah atau tuhan, asal semuanya memiliki satu tabiat (nature) yaitu tabiat ilahi (divine nature) .
Segala perbuatan para dewata tidak boleh bertentangan dengan tabiat ilahi itu.

Tuhan jangan dipandang sebagai manusia, Tuhan harus dipandang sebagai keberadaan sejati (the real being) , zat yang bersifat akali atau rohani serta yang tidak berubah (the true, intelligible and immutable being).

Yang penting ialah, bahwa cara berada Tuhan harus diubah dari cara berada yang bersifat jasmaniah (material) menjadi cara berada yang akali atau rohani
(immaterial).


Zat yang ilahi, yang keadaannya akali atau rohani tadi, berada di belakang dan di atas kosmos atau dunia yang tampak ini, yaitu di dunia idea atau cita. Dengan demikian zat yang ilahi ini berada secara transenden, sebab tabiatnya adalah suatu kenyataan yang sukar ditembus oleh akal manusia. Kosmos yang tampak ini lebih menyelubungi hakekat yang ilahi daripada menyingkapkannya. Terlebih-lebih jikalau orang ragu-ragu akan kecakapan akalnya, maka yang ilahi ini akan makin menjadi tidak dapat dikenal.


Untunglah bahwa jiwa manusia keadaannya sama seperti yang ilahi tadi, yaitu bersifat akali, karena jiwa manusia juga berasal dari dunia idea atau cita. Dengan demikian, sekalipun zat ilahi tadi transenden, dalam arti tidak dapat ditembus oleh akal manusia, namun manusia dapat juga mengenalnya, yaitu dengan jalan seolah-olah mengupas Tuhan keluar dari selubungnya, dengan perantaraan akal manusia.

Pandangan Plato ini bila kita tinjau secara mendalam, kita mendapat kesan, bahwa sebenarnya akal manusialah yang menentukan bagaimana seharusnya Tuhan. Selanjutnya, pengertian tentang Tuhan juga menjadi kabur.
Dengan ajarannya tentang tabiat ilahi itu sebenarnya ilah atau tuhan menjadi pengertian yang predikatif, artinya: pengertian yang menunjuk kepada nama sifat. Tuhan menjadi ketuhanan atau yang ilahi. Dengan sendirinya tuhan seperti ini menjadi sasaran pemikiran manusia. Tuhan dianggap penting, bukan sebagai subyek yang berbuat, melainkan sebagai obyek atau sasaran yang menyinarkan sinar. Jika tuhan ini dipandang sebagai sebab segala sesuatu, hal itu bukan karena ia berbuat dengan tindakan-tindakannya, melainkan karena ia seolah-olah menarik segala sesuatu, tanpa dapat ditentang, seperti halnya dengan sebuah magnit menarik kikiran besi.


Dari uraian di atas kiranya juga jelas, bahwa yang menjadi dalil Plato ialah yang ilahi itulah Tuhan, bukan Tuhan adalah yang ilahi. Bagi Plato yang penting ialah yang ilahi dahulu, seolah-olah ada sesuatu yang ilahi, lalu yang ilahi ini dianggap Tuhan.


Pengaruh pandangan Plato ini ternyata besar sekali. Pada zaman di sekitar tarikh Masehi, telah menjadi pendapat umum di daerah sekitar Laut Tengah, bahwa yang disebut Tuhan harus memiliki tabiat ilahi, dan bahwa tabiat ilahi ini harus bersifat rohani dan akali (spiritualist dan intellectualist), dalam arti sebagai lawan dari segala yang bersifat bendawi atau jasmani (materialist). Segala sesuatu yang tidak memenuhi tabiat ilahi ini harus ditolak sebagai Tuhan. Manusia, sepanjang ia lebih daripada yang jasmani, mendapat bagian dari tabiat yang ilahi itu.

Mengherankan sekali bahwa pandangan yang demikian itu, yaitu bahwa akal manusia sendirilah yang menentukan bagaimana seharusnya yang ilahi, hingga berabad-abad mempengaruhi, bahkan menguasai pemikiran tentang Allah, bukan hanya di antara para ahli pikir Kristen, tetapi juga para ahli pikir Islam.

Gereja Roma Katolik umpamanya mengajarkan, bahwa ada jalan dari akal manusia kepada Allah. Dengan mempelajari alam semesta, manusia dapat mengenal Allah. Tetapi pengetahuan melalui akal ini belum sempurna, oleh karena itu di samping pengetahuan tentang Allah dengan perantaraan akal itu manusia masih memerlukan pengetahuan tentang Allah yang berdasarkan penyataan atau wahyu. Ajaran Roma Katolik yang mengenal pengetahuan tentang Allah yang dengan perantaraan akal itu disebut thelogia naturalis, theologia kodrati atau alami.Bahwa manusia dengan akalnya dapat mengenal Allah, juga diajarkan oleh para ulama Islam. Menurut Dr. H.M. Rasjidi dalam Filsafat Agama, hingga sekarang yang berlaku dalam dunia Islam ialah, bahwa Tuhan telah memberi akal kepada manusia. Dengan akal itu manusia dapat memikirkan hal-hal yang melingkunginya dengan alam kehidupannya dan akhirnya ia dapat mengetahui dengan akalnya tentang adanya Tuhan dan sifat-sifat Tuhan, kemudian Tuhan menambah suatu hal baru, yaitu menurunkan wahyu kepada beberapa orang yang diangkatnya sebagai utusan-Nya, di antaranya kepada nabi Musa, nabi Isa dan yang terakhir kepada nabi Muhammad.

Semua agama didasarkan atas keyakinan bahwa Allah atau yang dipertuhan memperkenalkan diri kepada manusia, sehingga manusia kenal Tuhannya, sekalipun pengenalan itu tidak sempurna. Karena pengenalan itulah, maka manusia dapat menyembah Tuhannya. Apakah mungkin manusia dari dirinya sendiri mengenal Tuhan, apakah ada jalan yang berpangkal dari manusia menuju ke pengetahuan tentang Tuhan atau yang dipertuhan?Sekalipun demikian, tiada kesamaan tentang soal bagaimana Tuhan memperkenalkan diri-Nya kepada manusia. Pada umumnya agama-agama mengajarkan, bahwa Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan kehendak-Nya kepada manusia dengan perantaraan bisikan ilahi, dalam arti Tuhan memperkenalkan diri-Nya dan kehendak-Nya dengan membisikkan kehendak-Nya di dalam hati sanubari manusia, baik orang itu berfungsi sebagai imam atau pendeta, maupun berfungsi sebagai resi, atau nabi atau guru/kyai. Di dalam agama Islam kita mendengar bagaimana pada malam yang terkenal sebagai Lailatul-Qadar, atau malam Kebesaran (17 Ramadhan) Allah dengan perantaraan malaekat Jibril membisikkan perintah-Nya kepada nabi Muhammad SAW di bukit hira. Suara ilahi itu didengar di dalam hatinya, yang kemudian dibukukan di dalam kitab Al~Qur'an.

Menurut Alkitab Perjanjian Lama, sebenarnya tidak hanya ada satu atau dua kata saja yang dipakai untuk mengungkapkan perkenalan Allah dengan manusia. Dalam kitab Kejadian 12:1-3 Allah berfirman kepada Abraham supaya ia pergi dari negerinya dan dari sanak saudaranya serta dari rumah bapanya ke negeri yang akan ditunjukkan Allah kepadanya dengan janji, bahwa Allah akan menjadikan Abraham menjadi bangsa yang besar, dan menjadikan dia berkat bagi para bangsa. Di sini tidak diperoleh kesan bahwa firman itu diberikan dengan bisikan ilahi di dalam hati Abraham, sebab cara pertemuan Allah dengan Abraham ini berkali-kali diulangi sebagai pertemuan pribadi dengan pribadi, sebagai pertemuan antara aku dan engkau.

Kejadian 12:1-3,
"Berfirmanlah TUHAN kepada Abram: 'Pergilah dari negerimu dan dari sanak saudaramu dan dari rumah bapamu ini ke negeri yang akan Kutunjukkan kepadamu; Aku akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta membuat namamu masyhur; dan engkau akan menjadi berkat. Aku akan memberkati orang-orang yang memberkati engkau, dan mengutuk orang-orang yang mengutuk engkau, dan olehmu semua kaum di muka bumi akan mendapat berkat.'"

Dijumpai pula kisah pertemuan Allah dengan Yakub, dengan Musa, dan dengan tokoh-tokoh yang lain di Perjanjian Lama, juga pertemuan Allah dengan Israel sebagai bangsa.